Membangun Karakter Melalui Refleksi Untuk Negeri

Dimaulai dari manakah Pendidikan Karakter Anak?

Pendidikan Berkarakter - Pada kesempatan kali ini tim bangsaku akan membahas mengenai pendidikan berkarakter anak bangsa. Kita semua sependapat bahwa karakter suatu bangsa terbentuk dalam waktu yang lama melalui pendidian dan kebudayaan. Dengan demikian untuk mengubah karakter suatu bangsa akan memerlukan waktu yang lama dengan menggunakan wahana pendidikan formal maupun non-formal termasuk pesantren dan melalui budaya bangsanya.


Bagaimana kondisi perkembangan pendidikan di negeri ini? Bagaimana halnya perkebangan budaya bangsa selama ini? Kita bisa merenung sejenak tentang perkembangan pendidikan dan budaya bangsa yang berujung pada karakter masyarakat kita dewasa ini. Karakter bangsa yang sudah jauh dari nilai-nilai ajaran agama, selain sudah tidak sesuai dengan Pancasila sebagai dasar negara dan juga jauh dari semangat “Bhineka Tunggal Ika” yang mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaanya.

Baca Juga:
Berbagai diskusi telah dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat baik formal maupun non-formal. Langkah-langkah parsial juga telah dilakukan oleh para motivator, dosen, guru, tokoh spiritual dan berbagai tokok masyarkat di lingkungan kampus, institusi, sekolah, pondok pesantren dan tempat-tempat lain yang secara sporadis tumbuh di mana-mana. Ini merupakan kegiatan positif bahkan boleh dibilang terobosan kreatif untuk menghadari berbagai ironi di negeri ini. Kegiatan ini bisa kita yakini akan membangun kesadaran kolektif warga bangsa. Kesadaran kolektif tentang pentingnya perubahan yang akan memungkinkan terbentuknya gerakan nasional perubahan.

Kita perlu bersama-sama membuka mata, membuka telinga, membuka pikiran dan hati kita agar kita bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, bangsa dan negara yang kita cintai. Rasa cinta tanah air ini akan membangkitkan rasa iktu memiliki, ikut menjaga dan berani melihat diri sendiri dengan segala kekurangan sehingga selalu siap mendapat kritik dari siapapun dan kapanpun terkait dengan kondisi negeri ini adan sejauh mana dirinya telah berbuat. 

Dengan demikian rasa cinta tanah air ini harus dimiliki oleh seluruh warga masyarakat di negeri ini, apalagi generasi muda. Pemuda merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujudkan cita-cita bangsa, harapan dalam setiap kemajuan di dalam suatu bangsa, yang dapat mengubah pandangan orang terhadap suatu bangsa dan menjadi tumpuan para generasi terdahulu untuk mengembangkan suatu bangsa dengan ide-ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada nilai-nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Bahkan Presiden Pertama RI Ir. Soekarno dalam pidatonya pernah mengatakan: “Berikan aku 1000 anak muda maka aku akan memindahkan gunung, tapi berikan aku 10 pemuda yang cinta akan tanah air maka aku akan mengguncang dunia”.

Mencermati berbagai perkembangan situasi dan kondisi bangsa ini kita tentu bisa melihat, merasakan, menyaksikan bahkan ikut mengalami sendiri betapa ironisnya negeri ini. Mulai dari kepemimpinan, konflik sosial, moralitas, pornografi, kenakalan remaja, ketidakjujuran dan kemunafikan, tawuran antar kelompok, HIV/AIDS, narkoba, realita sosial, kemiskinan, ancama bom sampai dengan hutang luar negeri dan peristiwa memilukan lainnya. Perkembangan terakhir yang menambah wajah suram negeri ini adalah negeri agraris yang terpaksa harus mengimpor produk-produk pertanian mulai dari beras, kedelai sampai ke bawang merah dan bawang putih. Sudah begitu masih diikuti mekanisme impor barang dengan berbagai praktek kecurangan yang dilakukan baik oleh para pengusaha maupun oknum birokrat. Belum lagi ironi di bidang pendidikan, beberapa guru ditengarai melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya, tawuran antar pelajar dan mahasiswa, kurikulum, bahan pelajaran dan komponen pendidikan lainnya yang sangat jauh dari harapan tujuan pendidikan.

Kondisi demikian apabila terus berlangsung tanpa adanya perubahan, masihkah Indonesia Raya sebagaimana yang kita nyanyikan itu sepuluh atau dua puluh tahun ke depan? Apakah tidak akan lahir penyesalan dan hujatan bahkan kutukan dari generasi mendatang terhadap generasi kita saat ini? Haruskah sejarah mencatat bahwa generasi kita adalah generasi yang tamak, rakus dan perusak negeri ini? Sebagai warga bangsa, mari kita sama-sama merenung dan merefleksikan sejenak sembari mencari berbagai langkah dan tindakan alternatif yang masih memungkinkan kita lakukan.

Related Posts

Load comments