Pidato Sambutan Upacara Hari Kebangkitan Nasional 2019 Menkominfo

Pidato Sambutan Harkitnas 2016

Pidato Sambutan Upacara Hari Kebangkitan Nasional 2019 oleh Menkominfo - Upacara Hari Kebangkitan Nasional tahun 2019 ini akan dilaksanakan tepatnya hari Senin tanggal 20 Mei 2019. Upacara ini dilaksanakan untuk memperingati kebangkitan perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang ditandai dengan kelahiran organisasi Boedi Oetomo. Dengan diperingatinya Hari Kebangkitan Nasional ini, semoga seluruh rakyat Indonesia bisa mejadi bangsa yang tangguh, mandiri dan berkarakter. 

Namun, pada pelaksanaan upacara yang akan dilaksanakan tepatnya pada hari Sabtu tanggal 22 Mei besok, Kementrian Komunikasi dan Informatika telah mengeluarkan sambutan secara tertulis yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk Pidato dalam upacara peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2019 besok ini. Untuk lebih jelasnya, silahkan simak Pidato Sambutan Upacara Hari Kebangkitan Nasional dibawah ini:


Cuplikan Sambutan Menkominfo dalam Upacara Bendera Harkitnas Tahun 2019:

SAMBUTAN
MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI
PADA
PERINGATAN HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-111
20 MEI 2019

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam damai sejahtera bagi kita semua,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.

Saudari-saudara  seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, yang saya hormati,
Dalam naskah Sumpah Palapa yang ditemukan pada Kitab Pararaton tertulis: Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, TaƱjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".
Memang ada banyak versi tafsiran atas teks tersebut, terutama tentang apa yang dimaksud dengan "amukti palapa". Namun meski sampai saat ini masih belum diperoleh pengetahuan  yang pasti, umumnya para ahli sepakat bahwa amukti palapa berarti sesuatu yang berkaitan dengan laku prihatin sang Mahapatih Gajah Mada. Artinya, ia tak akan menghentikan mati raga atau puasanya sebelum mempersatukan Nusantara.
Sumpah  Palapa  tersebut merupakan embrio paling kuat bagi janin persatuan Indonesia. Wilayah Nusantara yang disatukan oleh Gajah Mada telah menjadi acuan bagi perjuangan berat para pahlawan nasional kita untuk mengikat wilayah Indonesia seperti yang secara de jure terwujud dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang ke-111, 20 Mei 2019, kali ini sangat relevan jika dimaknai dengan teks Sumpah Palapa tersebut. Kita berada dalam situasi pasca-pesta demokrasi yang menguras energi dan emosi sebagian besar masyarakat kita.
Kita mengaspirasikan pilihan yang  berbeda-beda dalam pemilu, namun semua pilihan pasti kita niatkan untuk kebaikan bangsa. Oleh sebab itu tak ada maslahatnya jika dipertajam dan justru mengoyak persatuan sosial kita.

Alhamdulillah, sampai sekarang ini tahap-tahap pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota legislatif berlangsung dengan lancar. Kelancaran ini juga berkat pengorbanan banyak saudara-saudara kita yang menjadi anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara, bahkan berupa pengorbanan nyawa. Sungguh mulia perjuangan mereka untuk menjaga kelancaran dan kejujuran proses pemilu ini.  Sambil mengirim doa bagi ketenangan jiwa para pahlawan demokrasi tersebut, alangkah  eloknya jika kita wujudkan ucapan  terima kasih  atas pengorbanan  mereka dengan bersama-sama menunggu secara tertib ketetapan penghitungan suara resmi yang akan  diumumkan oleh lembaga yang ditunjuk oleh undang-undang, dalam waktu yang tidak lama lagi.

Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,
Telah lebih satu abad kita menorehkan catatan penghormatan dan  penghargaan atas kemajemukan bangsa yang ditandai dengan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Dalam kondisi kemajemukan bahasa, suku, agama, kebudayaan, ditingkah bentang geografis yang merupakan salah satu yang paling ekstrem di dunia, kita membuktikan bahwa mampu menjaga persatuan  sampai detik ini. Oleh sebab itu, tak  diragukan  lagi bahwa kita pasti akan mampu segera kembali bersatu dari kerenggangan perbedaan pendapat, dari keterbelahan sosial, dengan memikirkan kepentingan yang lebih luas bagi anak cucu bangsa ini, yaitu persatuan Indonesia.
Apalagi peringatan Hari Kebangkitan Nasional kali ini juga dilangsungkan dalam suasana bulan Ramadan. Bagi umat muslim, bulan suci ini menuntun  kita  untuk  mengejar pahala dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dibenci Allah SWT seperti permusuhan dan kebencian, apalagi penyebaran kebohongan dan fitnah.  Hingga pada akhirnya, pada ujung bulan Ramadan nanti, kita bisa seperti Mahapatih Gadjah Mada, mengakhiri puasa dengan hati dan lingkungan yang bersih berkat hubungan yang kembali fitri dengan saudara-saudara di sekitar kita.
Dengan semua harapan tersebut, kiranya sangat relevan apabila peringatan Hari Kebangkitan Nasional, disematkan tema "Bangkit Untuk Bersatu". Kita bangkit untuk kembali menjalin persatuan dan kesatuan dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia.

Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,
Bangsa ini adalah bangsa yang besar. Yang  telah  mampu terus menghidupi semangat persatuannya selama berabad-abad.  Kuncinya ada dalam  dwilingga salin suara  berikut ini: gotong-royong.
Ketika diminta merumuskan dasar negara  Indonesia  dalam pidato di hadapan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia,  Bung Karno, menawarkan Pancasila yang berintikan lima asas. Namun Bapak Proklamator Republik Indonesia tersebut juga memberikan pandangan bahwa jika nilai-nilai Pancasila tersebut diperas  ke dalam tiga sila, bahkan satu “sila” tunggal, maka yang menjadi intinya  inti, core of the core, adalah gotong-royong.
Menurut Bung Karno: "Jika kuperas yang lima ini menjadi satu, maka dapatlah aku satu perkataan yang tulen, yaitu perkataan gotong royong.  Gotong-royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjoangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!”

Yel-yel “holopis-kuntul baris” adalah aba-aba nenek moyang kita di tanah Jawa, digunakan sebagai paduan suara untuk memberi semangat ketika mengerjakan tugas berat yang hanya bisa dikerjakan secara bergotong-royong, bersama-sama. Yel-yel ini disorakkan ketika kita membutuhkan gerak yang seirama, agar tujuan kita satu semata, bagaikan barisan burung bangau yang sedang terbang berbaris di angkasa.
Bukan hanya di tanah Jawa, semangat persatuan dan gotong-royong telah mengakar dan menyebar di seluruh Nusantara. Ini dibuktikan dengan berbagai ungkapan tentang kearifan mengutamakan persatuan yang terdapat di seluruh suku, adat, dan budaya yang ada di Indonesia.

Sebagaimana diserukan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada pidato di Depan Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2018 lalu, dari tanah Minang  kita diimbau dengan  petuah  ‘Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang’  .  Kita juga diwarisi pepatah Sunda yang berbunyi 'Sacangreud pageuh, sagolek pangkek’. Dari Bumi Anging Mamiri, kita bersama-sama belajar  ‘Reso temma-ngingi, nama-lomo, nale-tei, pammase dewata’. Dari Bumi Gora, kita diminta: ‘Bareng bejukung, bareng bebose’. Dari Banua Banjar kita bersama-sama  menjunjung  ‘Waja sampai kaputing’. Semua menganjurkan bekerja secara gotong-royong.

Saudari-saudara sebangsa dan setanah-air,
Meski kita gali dari kearifan nenek-moyang kita yang telah dipupuk selama berabad-abad, namun sejatinya  jiwa  gotong-royong bukanlah  semangat  yang sudah renta. Sampai kapan pun semangat ini akan senantiasa relevan, bahkan semakin mendesak sebagai sebuah tuntutan zaman yang sarat dengan berbagai perubahan.

Dengan  bertumpu pada  kekuatan jumlah sumber daya manusia dan  populasi pasar, Indonesia diproyeksikan akan segera menjemput harkat dan martabat baru dalam aras ekonomi dunia. Bersama negara-negara besar lainnya seperti  Tiongkok, Amerika Serikat, India, ekonomi Indonesia akan  tumbuh menjadi sepuluh besar, bahkan lima besar dunia, dalam 10 sampai  30 tahun mendatang.  Kuncinya terletak pada hasrat kita untuk tetap menjaga momentum dan iklim yang tenang untuk bekerja. Kita  harus  jaga agar suasana selalu kondusif penuh harmoni dan persatuan.

Akhir kata, saya haturkan selamat memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang keseratus sebelas, seraya mengajak agar kita semua sebagai sesama anak bangsa secara sadar memaknai peringatan kali ini dengan memperbarui semangat gotong-royong dan kolaborasi, sebagai warisan kearifan lokal yang akan membawa kita menuju kejayaan di pentas global.

INDONESIA BANGKIT! INDONESIA BERSATU!
Terima kasih,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Om Shanti Shanti Shanti Om,
Namo Buddhaya.
Jakarta, 14 Mei 2019

Related Posts

Load comments