Mendikbud Izinkan Pungutan di Sekolah. Mungkin ini menjadi sebuah kabar baik bagi para guru dan kepala sekolah di beberapa daerah di Indonesia sebab sebelumnya sekolah-sekolah dilarang menarik pungutan dari siswanya, dan berbagai masalahpun akhirnya muncul mulai biaya operasional sekolah yang tidak bisa tercover seperti sedia kala, gaji guru honorer yang belum bisa terpenuhi seluruhnya dan lain sebagainya. Dengan adanya izin dari Mendikbud bahwa sekolah boleh melalukan pungutan kepada siswanya, biaya operasional dan masalah-masalah lain yang ada disekolah diharapkan bisa dapat terselelaikan dan kembali normal seperti biasanya.
Suasana Santai di Ruang Belajar Siswa SD. Foto: dok. JPNN.com |
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bapak Muhadjir Effendy mengungkapkan bahwa Mendikbud tidak melarang pihak sekolah melakukan pungutan, baik dari orang tua siswa maupun dari masyarakat sekitar. Alasannya, sekolah tidak akan manju jika hanya mengandalkan aliran dana dari pemerintah saja. Namun pungutan tersebut tidak boleh dijadikan sebagai praktek pungli, karena nantinya akan rawan terjadi pungli di lingkungan lembaga pendidikan jika tidak diawasi dengan serius.
Bapak Muhadjir juga mengatakan bahwa pihaknya terus berusaha mencegah praktek pungli di lingkungan lembaga pendidikan. Selain membentuk unit pemberantasan pungli wilayah Kemendikbu, Beliau juga merancang supaya akses pembayaran terkait fasilias pendidikan bersistem elektronik sehingga semua transaksi bisa tercatat.
"Mulai pengadaan barang hingga pembelian buku akan akan kami terapkan dengan sistem transaksi online. Sehingga, kasus-kasus (pembayaran untuk masuk sekolah favorit, Red) tidak terjadi lagi tahun ini," tegasnya seperti dikutip dari jpnn.com
Baca Juga: Pungutan Biaya untuk UNBK
Pungutan biaya sekolah sah-sah saja dilakkan asalkan tidak memaksa, lanjut Beliau. "Kami menekankan agar ada penguatan pendanaan sekolah dengan semangat gotong royong", jelasnya. Pungutan itu bukan hanya berasal dari orang tua siswa namun juga bisa dari masyarakat luas.
"Mohon dibedakan antara pungutan liar dan resmi. Kami sudah konsultasi dengan menkopolhumkam terkait hal itu ternyata tak masalah asal resmi dan untuk pengembangan sekolah," jelasnya.
Meskipun banyak pihak dari sekolah yang setuju dengan keputusan Mendikbud ini, ada saja pengamat pendidikan yang menolak keras keputusan Mendikbud ini. Abdul Zein, seorang pengamat pendidikan yang menolak keputusan ini menegaskan bahwa Undang-Undang sistem pendidikan nasional sudah menegaskan bahwa pemerintah harus menjamin tersedianya pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu tanpa memungut biaya.
Itu artinya siswa yang bersekolah di jenjang SD dan SMP harus bisa belajar tanpa khawatir dengan biaya pungutan dari sekolah. "Pungutan sudah seharusnya dihapuskan dari lingkungan sekolah pada periode wajib belajar. karena prinsipnya akses pendidikan memang harus merata," tegasnya.
Abdul Zein juga menjelaskan bahwa selama ini pungutan di sekolah sudah pasti berbuntut pada praktek pungli yang merugikan siswa kurang mampu, sehingga siswa pintar dari keluarga kurang mampu tergeser dengan siswa anaknya orang kaya.
"Dulu kan RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) dihapus karena ada pungutan. Tapi, nyatanya sampai sekarang pun praktek pungutan hingga Rp 400 ribu per bulan pun masih berlangsung," imbuhnya.
Zein menilai, Pemerintah seharusnya lebih fokus untuk membehani penyaluran dana pendidikan yang 20 persen dari total APBN dari pada mengizinkan pungutan di sekolah. Dengan begitu, pemerintah akan punya dana cukup untuk memeratakan pendidikan wajib belajar.